BAB I
KONSEP DASAR PROFESI KEGURUAN
A. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Menelaah pengertian profesi tersebut, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau jabatan khusus yang dilakukan untuk melayani masyarakat. Untuk melakukan tugas pelayanan dibutuhkan bidang ilmu, keterampilan , hasil penelitian , aplikasi teori, dan latihan khusus. Pekerjaan itu dilaksanakan secara otonom, bertanggung jawab, berkomitmen, dan diatur oleh suatu kode etik serta diwadahi oleh organisasi atau asosiasi profesi sehingga mendapat pengakuan atau kepercayaan dari masyarakat.
Istilah-istilah yang sering digunakan dan digunakan dan berkaitan dengan profesi, yaitu profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi.
A. Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association (NEA) (1948) menyarankan criteria berikut:
1. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
2. Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
3. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
4. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
5. Jabatan yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
6. Jabatan yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri
7. Jabatan yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi
8. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat.
B. Kode Etik Profesi Keguruan
1. Pengertian Kode Etik
a. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”.
b. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru (PGRI, 1973)
Dari Uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
1. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan angota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan, 1979):
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
2. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukanoleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus dan atas nama anggoto-anggota profesi dari organisasi tersebut.
3. Sanksi Pelangaran Kode Etik
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang diangggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari orgnisasi profesi.
4. Kode Etik Guru Indonesia
Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasinya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
2. Pengembangan Profesi Keguruan
1. Kompentensi Profesional Keguruan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan dengan jelas bahwa tenaga kependidikan bertugas melakukan administrasi, pengololaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (pasal 39 Ayat 1). Pendidikan merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (pasal 39 ayat 2).
Berdasarkan pada rumusan tersebut, secara implicit dinyatakan bahwa guru (pendidik) adalah tenaga profesional yang memiliki kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, menilai, dan membimbinh pembelajaran. Guru yang profesional diharapkan memiliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan atau memiliki kompetensi tersebut dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
2. Pendidikan Profesional Keguruan
Pada umumnya pendidikan yang dilakukan untuk mengembangkan profesi guru terdiri dari dua jenis, yaitu pendidikan prajabatan (pre-service educations) dan pendidikan dalam jabatan (in-serzice education) dua jenis pendidikan itu berbeda esensi dan system pengelolaannya meskipun diarahkan pada tujuan yang sama, yaitu meningkatkan pelajaran atau kinerja guru.
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan konseling
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan adalah suatu proses yang berkesinambungan, suatu proses membantu individu, bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan potensinya.
2. Pengertian Konseling
Istilah konseling sering diartikan sebagai penyuluhan. Namun, istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus tidak sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lainnya. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka dipakai istilah bimbingan dan konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini. Untuk memperjelas pengertian konseling, di bawah ini akan dikemukakan beberapa defenisi konseling.
3. Tujuan Bimbingan
Secara umum dan luas, bimbingan dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu individu dalam mencapai: a) kebahagiaan hidup pribadi, b) kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, c) hidup bersama dengan individu-individu lain, dan d) harmoni antara cita-cita individu dengan kemampuan yang dimilikinya (Natawidjaja; 1988).
Tujuan bimbingan di sekolah dapat dibagi ke dalam beberapa sudut tinjauan, antara lain :
Ditinjau dari sudut program, bimbingan bertujuan agar para siswa dapat :
a. Mengembangkan pengertian dan pemahaman diri tentang kemajuannya di sekolah;
b. Mengembangkan pengetahuan tentang dunia kerja, kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab dalam suatu kesempatan kerja;
c. Mengembangkan kemampuan untuk memilih dan mempertemukan pengetahuan tentang dirinya dengan informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung jawab;
d. Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain;
e. Memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah untuk mencapai kehidupan keluarga yang lebih harmonis;
f. Mengembangkan kemampuan untuk menanggulangi masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
g. Mencapai penyesuaian pada umumnya.
Ditinjau dari sudut pelayanan, tujuan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
a. Membantu siswa agar dapat membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana;
b. Membantu siswa agar dapat melalui berbagai tahap perkembangan di sekolah dan transisi dari sekolah ke dunia kerja dengan baik.
c. Membantu siswa agar memperoleh penyesuaian kepribadian yang lebih baik;
d. Membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dengan baik dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Ditinjau dari pihak siswa, tujuan bimbingan adalah agar siswa mampu:
a. Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri;
b. Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan kebudayaan;
c. Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah;
d. Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan;
e. Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah.
4. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling mengembangkan sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menjadikan peserta didik tercegah atau terhindar dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
B. Prinsip, Asas, Orientasi, dan Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
1. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Dalam layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip, yaitu:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, bimbingan dan konseling
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu bmbingan dan konseling berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling merupakan
d. Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
2. Asas-asas Bimbingan dan konseling
Pemenuhan atas asas-asas BK dapat memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan atau kegiatan layanannya. Asas-asas tersebut adalah Asas kerahasiaan, Asas kesukarelaan, Asas keterbukaan, Asas kegiatan, Asas kemandirian, Asas kekinian.Asas kedinamisan, Asas keterpaduan, Asas kenormatifan, Asas keahlian, Asas alih tangan, dan Asas tut wuri handayani.
3. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada: 1) orientasi individual, 2) orientasi perkembangan, 3) orientasi permasalahan yang dihadapi siswa.
4. Ruang Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah, rumah tangga, maupun masyarakat pada umumnya. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
C. Kode Etik
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendapat Bimo Walgito tentang butir-butir rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Membimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip bimbingan dan konseling
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya.
Oleh karena itu pekerjaan pembimbing langsung dengan kehidupan pribadi orang seperti telah dikemukakan di atas maka seseorang pembimbing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien
c. Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam siswa pembimbing harus memperlakukan klien sama derajatnya
d. Pembimbing tidak diperkenankan:
• Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli
• Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggujawabkan
• Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien
• Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien tersebut
e. Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuannya atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan
f. Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan pengabdian penuh.
Di samping rumusan tersebut, rumusan kode etik bimbingan dan konseling juga dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (Sutjipto, 1994).
BAB III
PENGELOLAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Organisasi Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Organisasi Pelayanan BK di SMU
a. Unsur Kepala Dinas Pendidikan Propinsi/Kota adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Dewan Pendidikan berperan dalam mutu peningkatan layanan pendidikan, dengan member pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten /kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
c. Pengawas sekolah bidang BK adalah pejabat fungsional yang bertugas menyelenggarakan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
d. Kepala Sekolah ( bersama wakil kepala sekolah) adalah penanggungjawab pendidikan disatuan pendidikan secara keseluruhan, termasuk pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
e. Komite sekolah berperan dalam mutu peningkatan layanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengwasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
f. Koordinator bimbingan dan konseling (bersama para guru pembimbing), adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
g. Guru mata pelajaran/praktik, adalah pelaksana pengajaran dan/ atau latihan di sekolah.
h. Wali kelas adalah guru yang ditugasi secara khusus mengelola satu kelas siswa tertentu.
i. Siswa adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling di sekolah.
j. Tata usaha adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan sekolah.
2. Personil Pelaksana
Personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan koordinator dan guru pembimbing sebagai pelaksana utamanya. Uraian tugas masing-masing personil tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan pelayanan bimbingan dan konseling, sebagai berikut.
a. Kepala Sekolah
b. Wakil Kepala Sekolah
c. Koordinator Bimbingan dan Konseling
d. Guru Pembimbing
e. Guru Mata Pelajaran dan Guru Praktik
f. Wali Kelas
3. Program Pelayanan
Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan kebutuhan, lengkap dan menyeluruh, sistematis, terbuka dan luwes, memungkinkan diselenggarakan penilaian dan tindak lanjut.
a. Perencanaan
b. Persiapan Pelaksanaan
c. Penilaian dan Tindak Lanjut
d. Operasionalisasi Program
Hal-hal pokok yang harus mendapatkan perhatian guna terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang baik adalah:
a. Tenaga
b. Prasarana
c. Sarana
d. Waktu
e. Kerjasama
f. Suasana professional
g. Dana
B. Peranan Guru dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Peranan Guru pada Umumnya
Tugas pokok guru menurut (Darmodiharjo, 1982):
a. Tugas professional yaitu tugas yang berkenaan dengan profesinya. Tugas ini mencakup tugas mendidik, mengajar, melatih dan mengelola ketertiban sekolah sebagai penunjang ketahanan sekolah.
b. Tugas manusiawi yaitu tugasnya sebagai manusia bertugas mewujudkan dirinya, dalam arti mereliasasikan seluruh potensi yang dimilikinya.
c. Tugas kemasyarakatan yaitu guru sebagai anggota masyarakat dan negara bertugas membimbing siswa menjadi warga negara yang baik sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 dan GBHN.
2. Peran Bimbingan dalam Pembelajaran
Peran bimbingan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kompetensi guru yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi penyesuaian interaksional, yang merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajar kelas.
3. Peranan Guru dalam Bimbingan di Kelas
Eva Pring (Natawidjaya, 1988) mengidentifikasi peranan guru dalam bimbingan sebagai berikut:
a. Membantu siswa dalam mengorientasikan dan menyesuaikan diri kepala sekolah.
b. Mempelajari siswa untuk memahami latar belakang kehidupan, kemampuan, minat dan kebutuhannya.
c. Membantu siswa dalam menaggulangi kesulitannya.
d. Mengembangkan metode serta alat bantu pengajaran untuk membentu mengembangkan individu siswa secara keseluruhan.
4. Keterbatasan Guru dalam Bimbingan di Kelas:
a. Guru mempunyai waktu yang terbatas untuk melaksanakan bimbingan.
b. Guru kurang mendapat latihan dan pengalaman untuk melakukan bimbingan.
c. Guru kurang memiliki kepribadian yang cocok untuk melakukan pekerjaan bimbingan.
d. Guru kurang luwes dalam mengatur jadwal kegiatannya untuk melaksanakan tugas-tugas bimbingan yang tidak merupakan bagian yang nyata dari pengajaran dikelas.
e. Dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru seringkali dihadapakan pada situasi yang menuntutnya untuk memberikan konseling.
5. Perbedaan Mengajar dan Mengonseling
No Mengajar Mengkonseling
1 Guru membutuhkan pengenalan siswa untuk mempermudahkan pencapaian tujuan pengajaran dan menggiatkan proses pertumbuhan siswa Guru pembimbing membutuhkan pengenalan siswa dalam masalah khusus yang dihadapi siswa, misalnya frustasi dan rencana kegiatan pada masa mendatang
2 Tujuan kegiatan yang hendak dicapai telah diketahui dan dihayati oleh guru Bahan pembahasan dalam kegiatan konseling tidak diketahui sebelumnya oleh guru pembimbing dan siswa
3 Guru bertanggung jawab menggiatkan pertumbuhan siswa ke arah tujuan yang sebagian besar ditentukan oleh ketentuan social (kewarganegaraan, kejujuran). Guru bertanggung jawab tentang kepentingan budaya Guru pembimbing bertanggung jawab untuk membantu siswa menangani masalah pribadinya. Guru pembimbing bertanggung jawab atas kepentingan dan kesejahteraan pribadi siswa
BAB IV
MANAJEMEN KOMPONEN SEKOLAH
Sekarang ini istilah administrasi dan manajemen tidak lagi dipersoalkan, keduanya mempunyai ruang lingkup yang luas. Walaupun demikian, perlu dipahami asal-muasal kedua istilah tersebut. Istilah administrasi lebih dikenal di Amerika Serikat, sedangkan istilah manajemen dikenal dan berkembang di Negara-negara Eropa. Namun berdasarkan atas pendapat beberapa pakar yang mengemukakan pendapat tentang perbedaaan antara keduanya, maka dapat dikatakan bahwa istilah administrasi umumnya digunakan bilamana berujuk pada proses kerja manajerial tingkat puncak yang dilihat dari konteks keorganisasian, sedangkan istilah manajemen merujuk pada proses kerja manajerial pada tingkat yang lebih operasional.
A. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan bagian integral dari manajemen berbasis sekolah, mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum pada dasarnya dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat, pelaksanaan kurikulum disini yang menjadi ujung tombak adalah sekolah, baik kurikulum nasional maupn muatan local yang diwujudkan melalui proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional. Dan dalam penilaian disini ditinjau kepala sekolah sebagai manajer di sekolah, ia harus bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah.
B. Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan manajemen berbasis sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan pemimpinnya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia disekolah. Dalam peraturan pemerintah nomor 38 tahun 1992 tentang tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan kependidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji.
Manajemen tenaga kependidikan mencakup:
1. Penerimaan pegawai
2. Pembinaan dan pengembangan pegawai
3. Promosi dan mutasi pegawai
4. Kompensasi
5. Penilaian pegawai
6. Dan pemberhentian dan pemutusan hubungan kerja atau pensiun
Semua ini harus dilakukan dengan benar agar dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualitas dan kemampan yang sesuai serta melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan berkualitas.
C. Manajemen Kesiswaaan
Manajemen kesiswaaan atau manajemen peserta didik merupakan salah satu bidang operasional manajemen berbasis sekolah. Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur kegiatan-kegiatan di bidang kesiswaan agar proses pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
Manajemen kesiswaaan diantaranya:
1. Kehadiaran murid di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu.
2. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukan murid kelas dan program studi.
3. Evaluasi dan kemajuan belajar
4. Program supervise bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran, perbaikan dan pengajaran luar biasa.
5. Pengendaian displin murid
6. Program bimbingan dan konseling
7. Program kesehatan dan keamanan
8. Penyesuiaan pribadi, social dan emosional.
D. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Dalam suatu lembaga kependidikan, biaya pendidikan merupakan salah satu komponen dalam system pendidikan, yang tidak dapat ditinggalkan. Dalam kondisi sangat darurat , mungkin pendidikan masih dapat berlangsung tanpa adanya biaya. Alan tetapi setiap usaha meningkatkan kualitas pendidikan selalu mempunyai konsekuensi keuangan dan pembiayaan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang menentukan dan merupaan bagian yang tidak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen utama manajemen keuangan meliputi:
1. Prosedur anggaran
2. Prosedur akuntansi keuangan
3. Pembelanjaan, pergudangan dan prosedur pendistribusian
4. Prosedur investasi
5. Prosedur pemeriksaan
E. Manajemen Sarana dan Prasarana
Sarana pendidikan aalah peralatan dan perlengkapan secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, maja, kursi, serta alat-alat dam media pembelajaran. Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secar tidak langsungmenunjang jalannya proses belajar mengajar seperti halaman, kebun sekolah. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pedidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi serta penghapusan dan penataan.
F. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai budaya positif yang ada dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai itu berlangsung baik. Mata yang kedua adalah sebagai lembaga yang mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai dengan kemajuan dan tuntutankehidupan serta pembangunan. Hubungan masyarakaat dan sekolah pada dasarnya merupakan sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Hubungan sekolah dan masyarakat bertujuan antara lain:
1. Memajukan kualitas embelajaran dan pertumbuhan anak
2. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masrakat
3. Menggairahkan masyrakat untuk menjalin hubungan dengan masyarakat
G. Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan dan keamanan di sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS yang efisien dan efektifPerkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yangberlangsung begitu pesat pada masa sekarang menyebabkan guru tak bias lagi melayani kebutuhan anak-anak akan informasi dan guru-guru juga tidak bisa lagi mengandalkan apa yang diperolehnya di bangku sekolah. Selain itu sekolah juga per,u memberikan pelayanan keamanan peserta didik dan para pegawai yang ada di sekolah agar merekadapat belajar dan melasanakan tugas dengan tenang dan nyaman.
BAB V
SISTEM DAN STRUKTUR ORGANISASI PENDIDIKAN
Dalam bab XIV Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 50 disebutkan:
1. Pengelolan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
2. Pemerintah menentukan kebijakan nesional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
3. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
4. Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pemahaman tentang struktur organisasi dan aspek asminidtrasi dalam Departemen Pendidikan Nasional sangat penting, karena dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui proses, tigkat dan mekanismepengambilan keputusan pendidikan serta alur komunikasi dalam sistem pendidikan nasional.
A. Unsur Dalam Struktur Organisasi Departemen Pendidikan Nasional
Departemen pendidikan nasional merupakan salah satu wahana dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional. Berdasarkan keputusan Mendiknas No. 010/O/2000, unsur-unsur dalam struktur organisasi Departemen pendidikan Nasional adalah:
1. Menteri
2. Sekertaris Jenderal
3. Inspektorat Jenderal
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar sekolah dan Pemuda
6. Direktorat Jenderal Olah Raga
7. Badan Penelitian dan Pengembangan
8. Pusat-pusat
Tugas pok Departeemen Pendidikan Nasional masih mengacu kepada keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974 dan disempurnakan dalam keputusan Presiden Nomor 27 dan Nomor 40 Tahun 1978 serta keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1979.
1. Menteri
Menteri pendidikan nasional merupakan pembantu presiden dalam mengelola sistem pendidikan nasional. Tugas pokok Menteri adalah:
a. Memimpin departemen sesuai dengan tugas pokok yang telah digariskan pemerintah dan membinaaparatur pendidikan departemen pendidikan nasional agar berdaya guna dan berhasil guna.
b. Menentukan kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang secara fungsional menjadai tanggung jawabnya sesuai dengan kbijaksanaan umum telah ditetapkan oleh Presiden.
c. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan departemen, instansi dan organisasi lainnya dalam usaha pengelolaan sistem pendidikan nasional.
2. Sekretariat jenderal
Sekretarat jenderal merupakan unsur pembantu pimpinan yang dipimpin oleh sekretaris jenderal. Sekretariat Jenderal terdiri atas biro umum, biro perencanaan, biro keuangan, biro kepegawaian, biro hukum dan organisasi, biro kerjasama luar negeri dan hubungan masyarakat.
Tugas pokok Sekretariat Jenderal adalah menyelenggarakan pembinaan administrasi, organisasi da ketatalaksanaan terhadap seluruh unsur di lingkungan Departemen Pendidikan Nasioanal serta memberikan layana teknis dan administrasi kepada menteri, Inspektorat jenderal dan unit organisasi lainnya di lingkungan Departemen pendidikan nasional dalam rangka pelaksanaan tugas pokok derpartemen.
3. Inspektorat Jenderal
Inspektorat jenderal merupakan unsur pengawasan yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal, Inspektorat Jenderal terdiri atas, Sekretariat Inspektorat Jenderal, Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, Inspektorat IV, Inspektorat V, dan Inspektorat VI.
Tugas pokok inspektorat Jenderal adalah melakukan pengawasan dalam lingkungan departemen terhadap pelaksanaan tugas, baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas pembangaunan, dari semua unsur departemen agar dapat berjalan sesuai dengan rencana perauran yang belaku.
4. Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan unsur pelaksana yang dipimpn oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah terdiri atas: Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, direktorat pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Pendidikan Luar Biasa, dan Direktorat Tenaga Kependidikan.
Tugas pokok Direktorat Jenderal adalah menyelenggarakan sebagian tugas pokok departemen di bidang pendidikan dasar dan menengah berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi merupakan unsur pelaksana yang dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi terdiri atas:Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Pendidikan Akademik dan Kemahasiswaan, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorarat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan tinggi, Direktorat Pembinaan Kelembagaan dan pemberdayaan Peran Masyarakat, dan Kelompok Jabatan fungsional.
Tugas pokok Direktorat Jenderal adalah menyelenggarakan sebagian tugas pokok
Departemen pendidikan tinggi berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
Direktorat Pendidikan luar sekolah dan pemuda merupakan unsure pelaksana yang dipimppin oleh Direktur Jenderal.
Tugas pokok Direktorat Jenderal adalah menyelenggarakan sebagian tugas pokok departemen dibidang pendidikan luar sekolah dan pemuda berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri.
7. Direktorak Jenderal Olah Raga
Direktorat Jenderal olah raga merupakan unsure pelaksana yang dipimpin oleh Direktur Jenderal. Tugas pokok Direktorat JEndearl Olah raga adalah menyelenggrakan sebagian tugas pokok departemen di bidang olah raga berdasarkan kebijaksaan yang ditetapkan oleh menteri.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan
Badan Penelitian dan Pengembangan pelaksana tugas di bidang penelititan dan pengembangan pendididkan di baawah dan bertanggung jawab langsung kepada menteri. Tugas pokok badan penelitan dan pengembangan adalah menyelenggarakan sebagiantugas pokok departemen di bidang penelitian dan pengembangan pendidikan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri.
9. Pusat-pusat
Pusat-pusat merupakan pelaksana tugas di bidang khusus yang sesuai dengan nama sebutannya, pusat-pusat ini berada langsung di bawah menteri.
B. Struktur Organisasi Kantor Dinas Pendidikan
Berdasarkan keputusan Mendiknas No. 125/O/2001 sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang system pemerintahan otonomi daerah maka instansi vertical di lingkungan departemen Pendidikan Nasional ditutup.
1. Tingkat Propinsi
Kantor Dinas Pendidikan Porpinsi merupakan satuan organisasi kantor Gubernur yang bertugas mengelola pendidikan di tingkat propinsi. Kantor Dinas Pendidikan propinsi dipimpin oleh kepala dinas dan dibantu oleh wakil kepala dinas yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur. Kantor Dinas Pendidikan Propinsi memilliki fungsi:
a. Membina dan mengurus sarana dan prasarana
b. Membuia dan mengurus pendidikan agama dan pendidikan dasar.
c. Membina dan mengurus pendidikan menengah umum dan pendidikan tinggi.
d. Membina dan mengurus pendidikan menengah kejuruan.
e. Membina dan mengurus pendidikan pemuda, olahraga dan kesenian.
f. Membina dan mengurus pendidikan luar sekolah
g. Memberikan layanan teknis dan administrasi kepada semua unsure di lingkunga kantor dinas pendidikan propinsi.
2. Tingkat kabupaten
Kantor dinas pendidikan kabupaten/kota merupakan satua organisasi Kantor Bupati/walikota yang bertugas mengelola pendidikan di lingkugan kabupaten/kota.Kantor dinas pendidikan kabupaten/kota dipimpin oleh kepala dinas dan dibantu oleh wakil kepala dinas yang bertanggung jawab langsung kepada bupati atau walikota. Kantor dinas pendidikan tersebut menggunakan beberapa istilah sesuai kondisi dan kepentingan daerah masing-masing.
Kantor Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Kota Makassar mempunyai fungsi:
a. Pembinaan umum di bidang pendidikan.
b. Pembinaan teknis, penyusunan kurikulum, pendataan dokumentasi, pencatatan, dan pembinaan pelayanaan pendidikan.
c. Pembinaaan operasional sesuai kebijaksanaaan yang ditetapkan oleh walikota.
d. Pelaksanaan koordinasi unit-unit kerja terkait dalam penyususnan rencana program di bidang tugasnya.
e. Pengeloaan pengarsipan, dokumentasi perlengkapan dan rumah tangga dinas.
3. Tingkatkecamatan/cabang
Kantor dinas pendidikan kecamatyan lebih popular disebut kantor cabang dinas yang berada di bawah Kantor Dinas Kabupaten. Kantor Dians Pendidikan dipimpin oleh lkepala dinas cabang dilengkapi dengan s atuan organisasi yang berfungsi:
a. Membina dan mengurus Taman kanak-kanak, sekolah dasar dan usaha wajib belajar.
b. Membina dan mengurus pendidikan masyarakat.
c. Membina dan mengurus pembinaan generasi muda dan keolahragaan.
d. Melakukan urusan tata usaha dan keuangan, pengumpulan data danstatistik, kepegawaian dan perlengkapan di lingkungan kantor cabang dinas.
4. Tingkat Sekolah
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksana organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Unsur yang terdapat dalam organisasi sekolah adalah:
a. Unsure pimpinan
b. Unsure tata usaha
c. Unsure urusan
d. Unsure instalasi
e. Unsur pelaksana
f. Unsure siswa
C. Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan
1. Tujuan dan Isi Program Pendidikan Guru
Pekerjaan guru merupakan pekerjaan yang professional, maa tujuan pendidikan prajabatannya juga sejalan dengan kerangka tujuan pendidikan professional lainnya. Tujuan Pendidikan Guru adalah kemampuan membentuk:
a. Melaksanakan tugas yang mempunyai komponen mengenal apa yang harus dikerjakan menguasai bagaimana cara setiap aspek dan tahap tugas tersebut menguasai cara bagaimana setiap aspek dan tahap tugas tersebut harus dikerjakan serta menghayati rasional mengapa suatu bagian tugas tersebut harus dilaksanakan dengan satu cara dan tidak dengan cara yang lain.
b. Mengetahui batas-batas kemampuannya sendiri, serta siap dan mampum menemukan sumber yang dapat membantu mengatasi keterbatasan itu.
2. Kelembagaan Pendidikan Keguruan
Kelembagaan pendidikan keguruan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari kursus-kursus sampai kepada lembaga pendidikan prajabatan seperti pendidikan Guru, Fakultas Kegururuan dan Ilmu Kependidikan yang merupakan bagian dari universitas, dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, kemudian dikonversi menjadi universitas.
D. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Pemberian otonomi di bidang pendidikan menimbulan konsekuensi logis terhadap pengeloaan sekolah. Karena itu unsure pimpinan dituntut kemampuannya untuk mencari dan mengembangkan sumber daya yang dapat digunakan dalam berbagai kegiatan pendidikan di sekolah tanpa mengharap bantuan dari pemerintah.
Dewan Pendidikan Memiliki Fungsi;
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat, pemerintah dan DPRD berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagaikebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartoisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
Fungsi komite sekolah adalah:
a. Mendorong tumbunya perhatian dan komitmen masyaarakat terhadap penyelenggraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
BAB VI
SUPERVISI PENDIDIKAN
A. Pengantar
Kualitas belajar mengajar sangat di pengaruhi oleh kinerja guru. Usaha peningkatan guru sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas belajar. Namun, sering kali guru masih memerlukan bantuan dari orang lain, karena belum memahami mengenai prosedur, jenis dan mekanisme memperoleh berbagai sumber yang sangat di perlukan guna meningkatkan mutu dan kualitas belajar.
B. Pengertian Supervisi
1. Inspeksi
Inspeksi dalam bahasa belanda di kenal dengan “ inspectie” dan dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah “ inspection” yang keduanya berarti pengawasan.
Dengan kesan seperti ini, apabila ada seorang inspektur datang ke sekolah , kepala sekolah maupun guru cenderung merasa takut karena merasa di cari kesalahannya. Oleh karena itu, inspektur pendidikan dalam melaksanakan pengawasan di sekol;ah kegiatannya dimulai dari kebersihan sekolah sampai pada poroses belajar mengajar.
2. Penilikan dan pengawasa
Penilikan dan pengwasan mempunyai pengertian suatu kegitaan yang bukan hanya mencari kesalahan objek pengawasan itu semata-mata, tetapi juga mencari hal-hal yang baik untuk di kembangkan lebih lanjut. Pengawas bertugas melakukan pengawasan dengan memperhatikan semua komponen sistem sekolah dan peristiwa yang terjadi di sekolah. Istilah penilik dan pengwasan dilihat dari kegiatannya mempunyai pengertian yang sama , oleh karena itu saling di pertukarkan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992, pasal 20 di bedakan istilah pengawas (yang dipakai untuk menunujukkan tugasnya pada jalur pendidikan sekolah), dan penilik( yang dipakai untuk menunjukkan tugasnya pada jalur pendidikan luar sekolah).
3. Monitoring
Monitoring merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi atau memantau proses perkembangan program sekolah. Fokus monitoring adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program sekolah, bukan pada hasilnya.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan , menganalisis dan menginterpretasikan informasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program sekolah dengan kriteria tertentu. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui apakah program sekolah mencapai sasaran yang di harapkan.
5. Supervisi
Supervisi merupakan usaha yang dilakukan oleh para pembina pendidikan dengan maksud menumbuhkan kepemimpinan guru sebagai usaha perbaikan pengajar.
Batasan dalam supervisi mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Supervisi berhubungan erat dengan kegiatan pengajaran dan tidak berhubungan langsung dengan murid.
b. Supervisi merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah untuk mencapai hasil yang lebih baik.
c. Supervisi pengajaran bertujuan mengadakan pemeliharaan dan perbaikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dengan cara mempengaruhi tenaga pengajarnya.
Bedasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa supervisi pengajaran merpakan usaha atau kegiatan pemberian pembinaan dan bimbingan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajarnya.
C. Fungsi dan Tujuan Supervisi
1. Fungsi utama: membantu sekolah yang sekaligus mewakili pemerintah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan, yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
2. Fungsi tambahan : membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri dengant tuntutan masyarakat serta mempelopori kemajuan masyarakat.
Ada 2 jenis supervisi dilihat dari peranannya:
1. Supervisi traktif : supervisi yang hanya berusaha melakukan perubahan kecil karena menjaga kontinuitas.
2. Supervisi dinamik : supervisi yang di arahkan untuk mengibah secara lebih intensif praktik-praktik pegajaran tertentu.
D. Peranan Pengawas dan kepala sekolah dalam supervisi
Peranan pengawas dan kepala sekolah adalah peranan eksekutif dan peranan kepemimpinan. Peranan eksekutif perhariannya ditujukan kepada penggunaan struktur dan prosedur sesuai dengan ketentuan dan peratura yang berlaku untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan. Sedangkan peranan kpemimpinan ditujukan kepada perubahan yang mungkin dapat di lakukan baik terhadap prrosedur maupun terhadap struktur untuk mencapai tujuan.
E. Teknik- teknik Supervisi
1. Kunjungan kelas
2. Pembicaraan individual
3. Diskusi kelompok
4. Demonstrasi mengajar
5. Kunjungan kelas antar guru
6. Perpustakaan profesional
F. Supervisi klinis
Supervisi klinis adalah suatu pendekatan yang brtujuan untuk membimbing profesional guru yang berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan.
Prosedur supervisi klinis :
1. Tahap pertemuan awal
2. Tahap observasi
3. Tahap pertemuan akhir
BAB VII
PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA
A. Mengenal Anak Luar Biasa
1. Pengertian Anak Luar Biasa
Ada tiga pengertian tentang anak luar biasa yang sering membingunkan, yaitu : (a) pengertian tentang anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan (handicapped children), (b) pengertian tentang anak luar biasa atau anak berkelainan (exceptional children), dan (c) pengertian anak berkebutuhan khusus (children with special need).
Kirk dan Gallager (1979) mengemukakan defenisi anak luar biasa sebagai anak yang menyimpan dari rata-rata normal dalam ; karakteristik mental, kemampuan sensoris, karakteristik neurotic atau fisik, perilaku social atau kemampuan berkomunikasi, dan gangguan dari variable tersebut (campuran dari hal tersebut. Bertolak dari defenisi yang dikemukakan oleh Kirk dan Gallager dapat simpulkan bahwa meskipun anak memiliki penyimpangan, anak tersebut tidak dapat digolongkan anak luar biasa/berkelainan atau anak berkebutuhan khusus (children with special need) jika tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa untuk mengembangkan kapasitas (potensinya) secara optimum.
2. Klasifikasi Anak Luar Biasa
Tujuan dilakukan klasifikasi anak luar biasa bukan untuk memisahkan mereka dari anak normal tetapi hanya untuk keperluan pembelajaran. Untuk keperluan pembelajaran Kirk dan Gallager (1979) mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok yaitu :
a. Kelainan mental, meliputi anak-anak yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi (intellectually superior) dan lambing dalam belajar (mental retarded).
b. Kelainan sensorik, meliputi anak-anak dengan kerusakan pendengaran dan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan kesulitan belajar dan gangguan dalam bicara dan bahasa.
d. Gangguan perilaku, meliputi gangguan emosional dan ketidaksesuaian perilaku social atau tunalaras.
e. Tuna ganda atau cacat berat, meliputi macam-macam kombinasi kecacatan seperti celebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita dang sebagainya.
Klasifikasi lain untuk keperluan pembelajaran anak luar biasa dikeukakan oleh Dembo (1981) seperti berikut :
a. Tunagrahita / mental retardation
b. Berkesulitan belajar / learning disabilities
c. Gangguan perilaku atau gangguan emosi / behavior disorder
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan
f. Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
g. Cacat berat atau cacat ganda
h. Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat
B. Konsep Dasar Ortopedagogik
1. Pengertian dan Jenis Ortopedagogik
Ortopedagogik dapat diartikan sebagai pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, menyembuhkan, atau menormalkan anak-anak berkelaian atau anak luar biasa. Dengan kata lain ortopedagogik adalaha ilmu pendidikan bagia anak luar biasa. Ortopedagogik sering dibagi dua macam, yaitu ortopedagogik umum dan ortopedagogik khusus. Ortopedagogik umum berkenaan dengan pendidikan bagi anak luar biasa pada umumnya, sedangkan ortopedagogik khusus berkenaan dengan pendidikan bagi tiap jenis anak luar biasa tertentu secara rinci seperti pendidikan bagi anak tunarungu.
2. Ortopedagogik sebagai Aplikasi Teori-teori Ilmu lain
Pada mulanya ortopedagogiik bukan merupakan suatu disiplin ilmu karena hanya aplikasi dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Para psikologi, khususnya yang berkecimpung dalam psikologis klinis, juga menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh para dokter. Oleh karena itu, ortopedagogik sebagai teknik penyembuhan dalam ilmu kedokteran dan psikologi belum dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang otonom.
3. Ortopedagogik sebagai Bagian Pedagogik
Bidang telaah atau objek ontologis atau objek forma ilmu pendidikan atau pedagogic adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Ada dua syarat asumsi keilmuan, yaitu harus relevan dengan bidang dan tujuan suatu disiplin ilmu, dan harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya dan yang bukan seharusnya. Asumsi tersebut hendaknya merupakan pernyataan kebenaran secara empiris dan dapat diuji, maka ortopedagogik pada tahap ini menggunakan analisis keilmuannya tidak lagi berdasarkan asumsi ilmu kedokteran dan psikologi juga sikologi tetapi menggunakan asumsi dalam ilmu pendidikan atau pedagogic, yaitu manusia sebagai mahlukk yang harus dan dapat dididik atau animal educandum.
4. Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom
Adapun persyaratan untuk menjadi diisiplin ilmu yang otonom tersebut sudah ada, yaitu adanya bidang telaah khusus atau objek ontologis berupa situasi pendidikan anak luar biasa. Penegasan dikemukakan oleh Gelder (1988) bahwa objek ontologis dari ortopedagogik adalah situasi pendidikan dari anak yang memiliki hambatan dalam mencapai kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud, bukan hanya kedewasaan biologis tetapi juga kedewasaan mental dan moral social.
5. Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik
Ilmu penunjang ortopedagogik adalah disiplin ilmu yang memungkinkan untuk menjalin kerja sama multidipliner dengan ortopedagogik dalam memecahkan masalah pendidikan anak luar biasa. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah pendidikan anak luar biasa menjadi lebih tajam sehingga pemecahan masalah tersebut diharapakan menjadi lebih efektif.
C. Landasan dan Perkembangan Pendidikan Anak Biasa
1. Landasan
Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu :
a. Landasan idiil atau filosofis
Pada umumnya mencerminkan pandangan atau filsafat hidup suatu masyarakat. Dinegara yang menganut filsafat Pancasila, pendidikan diorganisasikan untuk mencapai tujuan akhir eksistensi manusia, yaitu manusia pancasila sejati.
b. Landasan yuridis formal
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui pendidikan. Dalam UUD 1945 BAB XII Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang, dimana landasan formal ini berkaitan dengan peraturan undang-undang dan pancasila.
c. Landasan religi
Semua agama tampaknya sangat menekankan pentingnya pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan bagi anak luar biasa. Tiap-tiap lembaga pendidikan luar biasa meskipun didirikan atas religi atau agama yang berbeda, tujuannya adalah sama yaitu berusaha mengaktualisasikan semua potensi kemanusiaan yang ada pada peserta didik hingga taraf yang optimal secara terintegrasi.
d. Landasan empiric
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, ortopedagogik melakukan penelitian-penelitian empiric yang hasilnya digunakan sebagai landasan tindakan-tindakan ortopedagogis. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian empiric baik yang dilakukan oleh ilmuwan ortopedagogik maupun ilmuwan dari disiplin ilmu-ilmu lain yang menunjang ortopedagogik, dan dapat digunakan sebagai landasan tindakan ortopedagogis.
2. Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
a. Perkembangan Di Dunia
Menurut Amin dan Dwijosumarto (1977) ada tiga fase perkembangan pendidikan bagi anak berkelainan, yaitu (a) fase pengabdian, (b) fase pemberian perlindungan, dan (c) fase pemberian perlindungan.
b. Perkembangan Di Indonesia
Perkembangan pendidikan anak luar biasa di Indonesia pada hakikatnya tidak berbeda dari pendidikan anak luar biasa di dunia. Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mendirikan lembaga pendidikan guru khusus yang dipersiapkan untuk mengajar anak-anak luar biasa disebutt SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa).
D. Kecenderungan Baru Pendidikan Anak Luar Biasa
1. Dasar Falsafah Normalisasi
Manusia bukan hanya mahluk individu tetapi juga mahluk social. Oleh karena itu, manusia berada pada dua kutub eksistensi, yaitu kutub eksistensi individu tercermin dari kebinekaan potensi mereka. Kutub kedua yaitu eksistensi manusia sebagai manusia social tercermin pada kebutuhan manusia untuk berintegrasi dengan sesamanya. Pendidikan yang dipandang sesuai dengan maksud penciptaan manusia adalah pendidikan yang memadukan anak luar biasa yang memungkinkan mereka dapat beriteraksi.
2. Dasar Operasional Pendidikan Terpadu (Mainstreaming)
Menurut Kauffman, Goutllieb, Agard, dan Kukic (Yusuf, 1992) pendidikan terpadu atau mainstreaming adalah suatu program social, instruksional, dan temporal anak-anak luar biasa memerlukan klasifikasi tanggung jawab koordinasi dalam penyusunan program oleh tim dari berbagai profesi dan disiplin ilmu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
24 November 2011 pukul 21.01
trimakasih banyak, kak...
23 Juni 2013 pukul 05.22
TERIMA KASIH, INI SANGAT MEMBANTU SY DALAM MENCARI MATERI RINGKASAN SECEPAT KILAT. BARAKALLAAH