MAKALAH BIOKIMIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang semakin pesat. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering diterapkan adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional tersebut antara lain: tempe, oncom, yoghurt, dan keju. Bioteknologi tradisional ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukannya struktur DNA yang diikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern. Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi atau rekayasa DNA. Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba Dolly, antibodi monoklonal.
Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan berbagai macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain: mikrobiologi (tentang mikroba), biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari aspek kimianya). Aplikasi bioteknologi, baik tradisional maupun modern, meliputi berbagai macam aspek kehidupan manusia, mulai dari bidang pertanian dan peternakan hingga kesehatan dan pengobatan. Beberapa contoh bioteknologi dalam bidang (1) pangan, misalnya tempe, oncom, dan tomat hasil manipulasi genetik; (2) pertanian, misalnya hidroponik dan tanaman jagung transgenik; (3) peternakan, misalnya domba ankon (berkaki pendek dan bengkok) hasil muntaiani alami dan ternak unggul hasil manipulasi genetik; (4) kesehatan dan pengobatan, misalnya vaksin dan hormon somatotropin yang dihasilkan oleh E-coli.
Bioteknologi dengan berbagai produk dan jasa yang dihasilkan, tidak hanya mendatangkan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Sebenarnya, dampak negatif yang ditimbulkan dari bioteknologi tergantung dari produk dan jasa yang dihasilkan dari bioteknologi itu. Beberapa contoh dampak negatif dari bioteknologi, misalnya alergi, dan hilangnya plasma nutfah/keanekaragaman makhluk hidup. Untuk mencegah terjadinya alergi itu dapat dilakukan dengan pengujian suatu produk bioteknologi dalam jangka waktu yang lama untuk memastikan ada tidaknya efek negatif tersebut terhadap konsumen. Sedangkan plasma nutfah dapat musnah akibat budidaya hewan atau tumbuhan yang unggul saja. Kepunahan plasma nutfah dapat diatasi dengan melakukan pemeliharaan berbagai jenis hewan dan tumbuhan di suatu tempat konservasi tertentu.
Hasil penerapan bioteknologi pada tumbuhan maupun hewan menimbulkan perubahan genotipe dan fenotipe. Perubahan ini merupakan proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk urutan basa) menjadi protein. Informasi yang dibawa bahan genetik tidak bermakna apapun apabila tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Berbagai hasil penerapan dari bioteknologi sangat menarik untuk dikaji dimana pada tumbuhan maupun hewan dapat menghasilkan ekspresi fenotipe yang baru dari fenotipe sebelumnya. Perubahan ekspresi fenotipe dari suatu individu akan bergantung dari kondisi lingkungan tertentu. Kemampuan suatu individu atau genotipe untuk menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisiologis dan atau tingkah laku sebagai respons terhadap perubahan kondisi lingkungan disebut kelenturan fenotipik. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat makalah dengan judul ” Ekspresi Fenotipik dan Genotipik Akibat Bioteknologi” dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang masalah antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan ekspresi fenotipik dan genotipik serta bagaimanakah cara ekspresi gen?
2. Bagaimanakah mekanisme proses pengaktifan gen dan pengendalian metabolisme enzim?
3. Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap kelenturan fenotipik?
4. Bagaimanakah peranan distal regulatory element terhadap proses ekspresi gen pada tanaman?
5. Bagaimanakah pengaruh pemanfaatan bioteknologi terhadap ekspresi fenotipik dan genotipik suatu organisme?

C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Ekspresi fenotipik dan genotipik serta cara ekspresi gen,
2. Mekanisme proses pengaktifan gen dan pengendalian metabolisme enzim,
3. Pengaruh lingkungan terhadap kelenturan plastisitik,
4. Peranan distal regulatory element terhadap proses ekspresi gen pada tanaman,
5. Dan pengaruh pemanfaatan bioteknologi terhadap ekspresi fenotipik dan genotipik suatu organisme.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Ekspresi Fenotipik dan Genotipik serta Cara Ekspresi Gen
Ekspresi Fenotipik dan Genotipik adalah ekspresi pada suatu organisme yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan seperti infeksi patogen atau berbagai faktor abiotik (cahaya, suhu, keberadaan oksigen, kekeringan, kelebihan atau kekurangan nutrisi) serta melalui pemanfaatan bioteknologi dengan rekayasa genetika (rekombinasi gen).
Ekspresi gen adalah proses penentuan sifat dari suatu organisme oleh gen. Suatu sifat yang dimiliki oleh suatu organisme merupakan hasil proses metabolisme yang terjadi di dalam sel. Proses metabolisme dapat berlangsung karena adanya enzim yang berfungsi sebagai katalisator proses-proses biokimia. Enzim dan protein lainnya diterjemahkan dari urutan nukleotida yang ada pada molekul mRNA, dan mRNA itu sendiri disintesis berdasarkan cetakan DNA. Gen tersusun dari molekul DNA, sehingga gen menentukan sifat suatu organisme.
Ekspresi gen dilakukan melalui dua tahap yaitu, transkripsi dan translasi. Proses transkripsi terjadi di dalam inti sel, sedangkan translasi berlangsung di dalam sitoplasma sehingga RNA dikeluarkan dari inti sel ke sitoplasma.
Transkripsi merupakan proses pembentukan molekul RNA dengan menggunakan DNA sebagai cetakannya (template). Tidak semua bagian DNA ditranskripsikan, tetapi hanya pada bagian tertentu saja, yang disebut gen. Keseluruhan DNA baik gen maupun sekuensi DNA bukan penyanding (non-coding) yang dikandung oleh suatu organisme yang disebut dengan genom.
Untaian DNA yang akan ditranskripsi dibatasi oleh promoter dan terminator. Hanya satu dari dua untaian DNA yang digunakan sebagai cetakan sintesis RNA. Untaian DNA yang digunakan sebagai cetakan bagi sintesis RNA disebut dengan untaianan cetakan (template), sedangkan untaian DNA yang lainnya disebut dengan untaian pendamping. Walaupun hanya satu untaian yang berfungsi sebagai cetakan, tetapi tidak selalu untaian yang sama digunakan sebagai untaian cetakan sepanjang molekul DNA di dalam genom suatu organisme.

Proses transkripsi menghasilkan tiga jenis RNA, yaitu RNA duta (mRNA), RNA transfer (tRNA), dan RNA ribosomal (rRNA). mRNA akan diterjemahkan kedalam protein. tRNA berperan sebagai molekul pembawa asam amino yang akan dirangkaikan menjadi polipeptida sesuai dengan sandi yang terdapat pada mRNA. rRNA berfungsi sebagai salah satu molekul penyusun ribosom.
Proses transkripsi dikatalisis oleh enzim transkriptase atau RNA polimerase. Pada organisme prokariotik seperti E.coli, hanya terdapat satu jenis RNA polimerase untuk mengkatalisis sintesis semua jenis RNA. Pada organisme eukariotik, terdapat tiga jenis RNA polimerase, yaitu (1) RNA polimerase I yang berfungsi untuk mengkatalisis rRNA, (2) RNA polimerase II yang berperan dalam sintesis tRNA dan beberapa molekul rRNA, dan (3) RNA polimerase III yang bertugas mengkatalisis proses sintesis mRNA.
Enzim RNA polimerase lengkap (disebut holoenzim) tersusun dari enzim inti dan faktor transkripsi. Enzim inti tersusun dari dua sub unit. Proses transkripsi mempunyai beberapa karakteristik yaitu proses sintesisnya mempunyai arah dari 5′P ke 3′OH, berlangsung secara anti paralel bila dibandingkan dengan untaian cetakannya, dan mengikuti aturan chargaff atau basa-basanya berpasangan secara komplementer (A-T; G-C). Proses transkripsi dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu: inisiasi sintesis RNA, pemanjangan (elongasi) RNA dan penyelesaian (terminasi) sintesis RNA.
Inisiasi dimulai pada saat RNA polimerase menempel pada molekul DNA untaian ganda. RNA polimerase dapat menempel pada situs DNA secara spesifik karena adanya faktor sigma. Pada daerah penempelan RNA polimerase ini, untaian ganda DNA terurai menjadi untaian tunggal secara lokal. Nukleotida pertama kemudian ditempatkan di depan untaian cetakan kemudian disintesis nukleotida berikutnya sesuai dengan untaian cetakan yang ada di depannya. Titik atau situs dimana nukleotida pertama diletakkan di depan untaian cetakan disebut dengan titik atau situs inisiasi. Setelah terbentuk rangkaian RNA yang tersusun dari 2-9 nukleotida, faktor sigma meninggalkan kompleks enzim inti.
Promoter adalah situs (daerah) yang dikenal pertama kali oleh RNA polimerase sebagai tempat penempelannya. Promoter ini merupakan sekuensi DNA yang terdiri dari sekitar 40 bp yang terletak tepat sebelum situs mulainya transkripsi. Pemberian kode +1 berarti bahwa pada situs tersebut nukleotida pertama disintesis. Jadi, promoter terletak di daerah sebelum atau di depan (up-stream) situs +1. Daerah sebelum +1 diberi kode mulai -1, -2, dan seterusnya
Pada prokariotik, dua daerah yang hamper selalu ada pada promoter adalah sekuensi -35 dan -10. Kedua daerah tersebut terdiri dari 6 bp yang keduanya dipisahkan oleh sekitar 25 bp (base pair). Pada daerah -35 (antara -35 sampai -30), tiga basa yang hampir selalu (75%) ada adalah: TTG…. Pada daerah -10 (antara -12 sampai -7), basa yang dikonservasi adalah: TA…T. Daerah ini disebut juga dengan kotak Pribnow (Pribnow box) yang merupakan daerah peringatan bagi RNA polimerase untuk memulai transkripsi.
Pada ekuariotik, RNA polimerase II akan mengenali daerah promoter yang lebih awal yaitu - 130 yang disebut dengan kotak CAAT (CAAT box) dan -30 yang disebut dengan kotak TATA (TATA box) atau disebut juga kotak-kotak Goldberg-Hogness yang kaya basa AT. Kotak TATA ini mempunyai kesamaan dengan kotak Pribnow pada prokariotik.
Proses pemanjangan RNA dilakukan oleh RNA polimerase yang sudah tidak mengandung faktor sigma. Posisi faktor sigma digantikan oleh NusA. Pada tahap ini ribonukleotida secara suksesif menempel pada untaian RNA yang sedang tumbuh membentuk hybrid DNA/RNA. RNA polimerase bergerak terus sepanjang untaian DNA stabil memisahkan kedua untaian DNA. Untaian DNA yang terurai secara lokal ini besarnya sekitar 17 bp. Dengan bergeraknya sintesis RNA, pada bagian tertentu dari untaian RNA yang telah disintesis berpisah dengan untaian DNA, sedangkan bagian lain masih membentuk hybrid RNA/DNA dengan panjang 12 bp.
Pada daerah terminator, RNA polimerase tidak mampu lagi menempelkan ribonukleotida pada RNA yang telah terbentuk. Pada saat ini disebut dengan tahap terminasi. Pada tahap ini, NusA digantikan oleh faktor rho. RNA polimerase dan RNA dibebaskan dari DNA, dan DNA membentuk untaian ganda kembali. Terminator pada prokariotik ditandai oleh daerah yang simetri tidak sempurna, dan daerah tersebut kaya basa AT yang mengikuti daerah simetri tidak sempurna.
Dalam proses translasi asam amino akan dirangkaikan dengan asam amino lainnya untuk membentuk rantai polipeptida atau protein. Jenis asam amino yang dirangkaikan ditentukan oleh urutan nukleotida yang terdapat pada molekul mRNA. Jadi mRNA digunakan sebagai model cetakan bagi sintesis protein. Asam amino dirangkaikan dengan asam amino lain dengan ikatan peptida yang dilakukan oleh ribosom.
Asam amino yang akan dirangkaiakn dengan asam amino lainnya dibawa oleh tRNA. Setiap asam amino yang dibawa oleh tRNA yang spesifik ke dalam kompleks mRNA-ribosom.
mRNA merupakan rangkaian kodon yang akan dibaca oleh ribosom. Kodon pada mRNA akan berpasangan dengan antikodon yang ada pada tRNA. Setiap tRNA mempunyai antikodon yang spesifik. Translasi berlangsung mulai dari kodon awal sampai kodon akhir. Hubungan antara kodon dengan asam amino diatur melalui sandi genetik. Dalam proses translasi ini hanya ada satu kodon awal yaitu AUG (kodon start) yang menyandi asam amino metionin dan tiga kodon akhir: UAA, UGA, dan UAG.
Seperti pada proses transkripsi, proses translasi dapat dibagi ke dalam tiga tahap: inisiasi, pemanjangan, dan terminasi. Pada tahap inisiasi, ribosom akan menempel pada mRNA pada daerah yang spesifik. Ribosom mempunyai dua situs penempelan untuk tRNA, yaitu situs P (peptidil) dan situs A (aminoasil). Bilamana ribosom ini bertemu dengan kodon awal (AUG pada mRNA), maka tRNA yang membawa metionin akan masuk ke dalam situs P di dalam ribosom, dan ribosom akan membaca kodon disebelahnya (yang ada di bawahnya). Sesuai dengan kodonnya, tRNA yang membawa asam amino tertentu akan memasuki situs A.
Proses pemanjangan dimulai bilamana ribosom bergerak ke bawah (ke arah 3′OH). tRNA yang tadinya berada pada situs P akan keluar dari kompleks ribosom-mRNA sambil memindahkan asam amino yang dibawanya kepada tRNA yang berada pada situs P yang tadinya berada pada situs A. Pada saat yang bersamaan situs A menjadi kosong. Situs yang kosong ini akan diisi oleh tRNA yang membawa asam amino tertentu. Bilamana ribosom ini bergerak lagi ke bawah sambil membaca kodon berikutnya, tRNA yang berada pada situs P keluar dari situs tersebut sambil memindahkan polipeptida yang sedang tumbuh yang dibawanya kepada asam amino yang dibawa oleh tRNA yang berada pada situs P yang berasal dari situs A. Situs A akan diisi oleh tRNA yang baru lagi. Ribosom ini akan bergerak terus dengan arah 5′P ke 3′OH sepanjang mRNA sambil merangkaikan asam amino.
Proses penyelesaian atau terminasi ditandai bila ribosom bertemu dengan kodon akhir. Pada saat ini tidak satupun asam amino yang dirangkaikan sehingga proses sintesis protein berakhir. Ribosom kemudian berpisah dari mRNA dan terurai menjadi 2 sub unit yaitu sub unit besar dan sub unit kecil. Selama proses translasi, sub unit kecil menempel pada mRNA sedangkan sub unit besar berperan sebagai tempat tRNA (situs P dan situs A).

B. Mekanisme Proses Pengaktifan Gen dan Pengendalian Metabolisme Enzim
Jacob dan Monob (dalam Sarna,2007) menggambarkan mekanisme pengontrolan sintesis protein diatur oleh gen pengatur (regulator gene), gen operator (operator gene), dan gen struktur (struktural gene). Kombinasi gen operator dengan gen struktur disebut operon. Mekanisme kerja operon ini dikatakan bahwa gen struktur yag memprogram mRNA untuk enzim yang spesifik, berada dalam kelompok atau sendirian, masing-masing berkombinasi dengan gen operator yang berfungsi mengatur gen struktur menjadi aktif atau dalam keadaan terbuka dan menjadi tidak aktif atau dalam keadaan tertutup. Gen pengatur yang letaknya terpisah (bukannya bagian dari operon) membentuk suatu molekul pengatur (suatu protein) yang disebut repressor, yang menjaga gen operator dalam keadaan tertutup, sehingga operon berada dalam keadaan tidak aktif.
Hadirnya atau penambahan suatu molekul yang disebut induser yang bergabung dengan atau menonaktifkan repressor memberi kesempatan kepada gen operator untuk berada dalam keadaan terbuka, sehingga operon diaktifkan. Beberapa molekul lain yang disebut korepresor dapat bertindak menutup gen dengan mengaktifkan repressor kembali, sehingga operon menjadi tertutup dan menjadi tidak aktif. Molekul-molekul induser dan korepresor dapat merupakan metabolit sederhana yang terlibat dalam urutan reaksi atau metabolik.
Salah satu cara untuk mengatur efektifitas enzim adalah dengan pengendalian secara genetik. Dalam pengendalian genetik terdapat dua proses yaitu induksi dan represi enzim. Untuk terjadinya sintesis enzim dibutuhkan suatu induser. Induser merupakan substansi yang bisa berupa substrat atau senyawa yang sejenis dengan substrat dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim yang bersangkutan. Prosesnya disebut dengan induksi. Apabila terdapat substansi lainnya (baik produk atau senyawa-senyawa sejenis) bertindak sebagai korepresor dalam reaksi tersebut yaitu dengan cara mencegah sintesis enzim terjadi, maka proses ini disebut represi.
Pengendalian genetik sintesis enzim biasanya terdapat pada bakteri Eschericia coli, yang dijelaskan dengan menggunakan model operon lactose (lac) atau sintesis β galaktosidase. Bakteri E.coli akan mampu mensintesis enzim β galaktosidase bila ditumbuhkan dalam medium yang mengandung laktosa. Enzim tersebut digunakan untuk memetabolisme laktosa yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Apabila tidak terdapat laktosa maka bakteri E.coli tidak dapat mensintesis enzim β galaktosidase. Enzim β galaktosidase dapat terbentuk karena diinduksi oleh laktosa. Maka laktosa dikatakan sebagai induser dan enzim β galaktosidase disebut enzim induktif.
Metabolisme laktosa dikendalikan oleh gen yang disebut operon laktosa. Gen yang mengkode enzim β galaktosidase disebut gen struktural. Operon laktosa pada E.coli mengandung tiga gen struktural yang terdiri dari lac z, lac y dan lac a. Sedangkan gen pengatur untuk ekspresi gen struktural terdiri dari lac p dan lac o.
Gen lac z mempunyai panjang 3150 nukleotida mengkode sub unit enzim β galaktosidase yang mengkatalisis pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Gen lac y mempunyai panjang 780 nukleotida, berfungsi untuk mengkode enzim permease laktosa terlibat dalam transport laktosa ke dalam sel.
Gen lac a panjangnya 825 nukleotida berfungsi untuk mengkode enzim transasetilase yang memecah senyawa mirip laktosa sehingga tidak menyaingi laktosa untuk berikatan dengan enzim β galaktosidase.
Gen lac o panjangnya 35 nukleotida disebut sebagai operator yang berfungsi sebagi tempat pelekatan protein regulator yang disebut dengan repressor laktosa.
Gen lac p panjangnya 76 disebut promoter berfungsi untuk tempat pelekatan enzim RNA polimerase.
Disamping promoter operon laktosa terdapat gen pengatur yang disebut gen regulator. Gen regulator terdiri satu gen struktural yaitu lac I yang panjangnya 1041 nukleotida dan berfungsi mengkode protein repressor. Gen lac I selalu terekspresi sehingga protein yang dihasilkan disebut bersifat konstitutif.
Adapun mekanisme kerja operon laktosa yaitu: bila E.coli yang ditumbuhkan pada tempat yang tidak mengandung laktosa maka tidak terjadi sintesis ensim β galaktosidase karena protein repressor yang dikode oleh lac I menempel pada operator sehingga menghalangi transkripsi operon laktosa. Protein repressor yang menempel pada operon menghalangi RNA polimerase menempel pada promoter sehingga tidak terjadi transkripsi dan akibatnya tidak terjadi sintesis protein β galaktosidase. Bila tidak ada laktosa maka operon tidak akan bekerja. Dengan demikian tidak akan terjadi pemborosan energi untuk mensisntesis enzim yang tidak diperlukan. Bila laktosa tersedia dalam medium pertumbuhan maka enzim β galaktosidase disintesis karena sebagian dari laktosa yang masuk ke dalam sel akan diubah menjadi alolaktosa yang bertindak sebagai induser bagi enzim β galaktosidase. Caranya ialah alolaktosa akan mengikat protein repressor sehingga menjadi tidak aktif. Sebagai akibatnya, protein repressor tidak dapat menempel pada operator. Jika konsentrasi laktosa cukup tinggi maka operator akan terbebas dari protein repressor dan enzim RNA polimerase dapat menempel pada promoter untuk melakukan transkripsi operon laktosa sehingga dihasilkan enzim β galaktosidase. Oleh karena itu, bila terdapat laktosa maka operon laktosa bekerja kembali karena diperlukan untuk menjalankan metabolisme laktosa. Operon yang bekerjanya ditentukan oleh ada tidaknya induser disebut operon terinduksi.

C. Pengaruh Lingkungan terhadap Kelenturan Fenotipik
Kelenturan fenotipik (phenotypic plasticity) adalah kemampuan suatu individu atau genotipe untuk menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisiologis dan atau tingkah laku sebagai respons terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kelenturan fenotipik ini mencerminkan kepekaan fenotipe terhadap lingkungan (Noor, 2000). Sultan (1987, dalam Agus, 2003) mendefinisikan kelenturan fenotipik yaitu variasi ekspresi fenotipe suatu genotipe sebagai respons terhadap kondisi lingkungan tertentu dan dapat meningkatkan kemampuan individu untuk dapat bertahan hidup dan bereproduksi pada kondisi lingkungan tersebut. Kelenturan fenotipik menunjukkan besarnya tingkat ekspresi fenotipe suatu genotipe bervariasi berdasarkan kondisi lingkungan yang berbeda.
Kelenturan fenotipik penting jika suatu organisme akan memperlihatkan fenotipe yang berbeda sebagai respons terhadap variabel lingkungan. Suatu aspek kelenturan fenotipik dapat menghasilkan nilai iritabilitas yang berbeda apabila organisme berada dalam lingkungan yang berbeda.
Dari hasil-hasil penelitian pada beberapa spesies tanaman dan hewan, dapat disimpulkan bahwa kelenturan fenotipik merupakan fenomena genetik, karena:
a. kelenturan fenotipik adalah suatu sifat yang menjadi subjek seleksi alam dan perubahan secara evolusi;
b. terdapat variasi genetik pada arah dan besarnya respon terhadap perubahan lingkungan;
c. telah dideteksi adanya respons seleksi terhadap kelenturan fenotipik (Noor, 2000).
Ada tiga hipotesis kelenturan fenotipik yaitu: (1) hipotesis ekologi menunjukkan bahwa spesies dengan ekologi berbeda akan memiliki nilai dan pola kelenturan yang berbeda; (2) hipotesis heterogenetis yang menggambarkan kelenturan fenotipik dan keragaman genetis sebagai perubahan adaptasi terhadap lingkungan yang bervariasi dan spesies dengan keragaman genetik kecil akan lebih lentur; dan (3) hipotesis kekerabatan adalah spesies yang hubungan kekerabatannya jauh akan mempunyai nilai dan pola kelenturan yang berbeda.
Ada tiga teori yang mendasari aspek genetik tentang kelenturan fenotipik, yaitu: (1) kelenturan fenotipik sebagai suatu sifat yang dikontrol oleh gen-gen pada lokus yang berbeda dengan gen-gen yang mengontrol rataan suatu sifat pada lingkungan tertentu; (2) kelenturan fenotipik digambarkan sebagai suatu fenomena seleksi untuk rataan sifat yang berbeda pada lingkungan yang berbeda; (3) menggambarkan kelenturan fenotipik sebagai fungsi homosigositas dan mengasumsikan bahwa jumlah perubahan fenotipe pada lingkungan yang berbeda merupakan suatu fungsi menurun dari jumlah lokus heterosigot.
Contoh pengaruh lingkungan terhadap kelenturan fenotipik yaitu pada hewan ternak Secara alami, perubahan lingkungan yang ekstrim akan berdampak pada fisiologis dari hewan ternak tersebut. Apabila perubahan lingkungan tersebut berlangsung lama, maka akan terjadi penurunan tingkat fisiologis.Tubuh ternak mempunyai mekanisme stabilitas atau homeostasis dan metabolisme di dalam tubuhnya diatur oleh gen-gen dan terdapat peran gen-gen kelenturan.
Perkembangan teori genetika lingkungan menunjukkan bahwa gen-gen yang mengatur kelenturan fenotipik suatu sifat secara langsung mengatur derajat interaksi antara genotipe dengan lingkungan dimana hewan itu berada.
Contoh lain, fenomena kelenturan fenotipik pada hewan amfibi di alam pernah dilaporkan oleh Gebhardt dan Stearns (1993, dalam Agus, 2003) yang melakukan penelitian pada katak di suatu tempat dengan predator berupa capung-capung. Kelompok pertama sebagai kontrol tidak ada predator, sedangkan kelompok kedua dilepaskan capung-capung, dan katak dikawinkan sampai beberapa generasi. Hasilnya menunjukkan bahwa apabila lingkungannya banyak terdapat organisme pemangsa (capung), maka setiap generasi anak (berudu) memperlihatkan performans yang berbeda dengan setiap generasi tetuanya. Katak kelompok kedua memiliki generasi anak yang mempunyai ukuran badan lebih kecil dan ekor yang lebih pendek dibandingkan kontrol. Apabila keadaan ini dilanjutkan sampai beberapa generasi, maka setiap generasi anak akan mempunyai badan yang semakin kecil dan ekor yang semakin pendek pada setiap generasi tetuanya. Keadaan ini ternyata untuk menghindari diri dari serangan musuh, yaitu capung. Berudu yang mempunyai badan lebih kecil dan ekor yang lebih pendek memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang lebih lincah dan gesit, sehingga tidak mudah diincar capung. Peristiwa ini merupakan kelenturan fenotipik. Katak-katak percobaan tersebut mengalami seleksi alam. Alam menghendaki gen-gen tertentu pada setiap individu katak. Katak-katak yang sesuai dengan lingkungannya melalui ekspresi gen-gennya akan terus hidup dan berkembang biak, sedangkan yang tidak sesuai akan mati dan punah. Oleh karena itu, jumlah dan pola kelenturan suatu sifat bukanlah sesuatu yang statis. Dari hasil-hasil penelitian telah dibuktikan bahwa kedua parameter kelenturan ini bervariasi dari suatu populasi ke populasi lainnya.

D. Peranan Distal Regulatory Element terhadap Ekspresi Gen pada Tanaman
Distal Regulatory Element merupakan elemen pengatur yang mengatur ekpresi gen yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan perkembangan tanaman. Ada beberapa cara untuk menentukan letak dan mendeteksi elemen ini. Jika suatu gen telah berhasil diisolasi melalui proses kloning, regulatory element dapat ditentukan dengan membandingkan sekuensinya dengan sekuensi gen yang aktif terekspresi dalam kondisi yang sama, sehingga didapat suatu konsensus sekuens tertentu. Akan tetapi, hasil yang didapat dari cara di atas harus diuji kembali dengan analisis fungsi dari elemen yang didapat untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi. Penggunaan tanaman transgenik dapat membantu analisis fungsi dari suatu elemen terhadap ekspresi gen. Prosedur eksperimen yang baku adalah membuat konstruksi dengan berbagai delesi di bagian 5′ dari gennya. Delesi dapat dilakukan dengan menggunakan situs enzim restriksi yang ada atau menggunakan enzim nuklease Bal31. Masing-masing kontruksi gen yang didapat selanjutnya diintroduksikan ke tanaman model (biasanya tembakau) dan ekspresi dari masing-masing gennya dianalisis.
Contoh analisis in vivo menggunakan tanaman transgenik seperti ini dapat memberikan gambaran tentang dua hal penting yang berkaitan dengan regulatory element pada tanaman, yaitu : (1) sekuensi DNA yang diperlukan untuk ekspresi dalam jumlah rendah dan yang bersifat spesifik jaringan biasanya berada di sekitar 500 bp upstream dari transcriptional start, dan (2) elemen yang berada lebih jauh lagi dapat meningkatkan ekspresi gen tanpa berpengaruh terhadap ekspresi gen yang bersifat spesifik jaringan. Beberapa dari elemen tipe ini tidak akan berfungsi jika dipisahkan dari gen-nya semula, sedangkan beberapa yang lain dapat berfungsi sebagai enhancer ketika digabungkan dengan gen lain. Dengan demikian, kesimpulan dari percobaan menggunakan gen legA menunjukkan sekuensi DNA sampai dengan -549 bp berperanan dalam mengatur ekspresi yang bersifat spesifik jaringan, sedangkan sekuensi antara -549 dengan -1203 bp dapat meningkatkan ekspresi gen.

E. Pengaruh Pemanfaatan Bioteknologi Terhadap Ekspresi Fenotipik Dan Genotipik Suatu Organisme
Adapun salah satu contoh dari pemanfaatan bioteknologi ini yaitu produksi DNA Insulin pada bakteri E. Coli. Pembuatan gen kloning untuk insulin bahan dasarnya adalah sel pankreas. Sel-sel pankreas membuat banyak mRNA untuk memproduksi polipeptida insulin. Dengan mengisolasi mRNA pankreas tersebut, dapat menggunakan mRNA tersebut sebagai transkriptosa balik untuk membentuk DNA komplementer (DNA -k). Setelah DNA-k terbentuk, mRNA didegradasi, meninggalkan DNA-k dalam untaian tunggal, DNA-k tunggal ini dapat bertindak sebagai acuan untuk menimbulkan untaian komplementer dengan menggunakan DNA polimerase, DNA-baru yang mampu memproduksi insulin ini selanjutnya disisipkan kedalam DNA-Vektor untuk dikloning dalam sel inang dengan teknik seperti yang terlihat pada gambar.









BAB III
PENUTUP



A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat penulis sampaikan antara lain:
a. Ekspresi fenotipik dan genotipik adalah ekspresi pada suatu organisme yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan seperti infeksi patogen atau berbagai faktor abiotik (cahaya, suhu, keberadaan oksigen, kekeringan, kelebihan atau kekurangan nutrisi) serta melalui pemanfaatan bioteknologi dengan rekayasa genetika (rekombinasi gen), ekspresi gen dilakukan melalui dua tahap yaitu, transkripsi dan translasi,
b. Mekanisme pengontrolan sintesis protein diatur oleh gen pengatur (regulator gene), gen operator (operator gene), dan gen struktur (struktural gene), salah satu cara untuk mengatur efektifitas enzim adalah dengan pengendalian secara genetik,
c. Suatu aspek kelenturan fenotipik dapat menghasilkan nilai iritabilitas yang berbeda apabila organisme berada dalam lingkungan yang berbeda.
d. Distal Regulatory Element merupakan elemen pengatur yang mengatur ekpresi gen yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan perkembangan tanaman.
e. Adapun salah satu contoh dari pemanfaatan bioteknologi ini yaitu produksi DNA Insulin pada bakteri E. Coli.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan antara lain:
a. Pemanfaatan ekspresi fenotipik dan genotipik akibat bioteknologi sebaiknya berguna bagi masyarakat dan tidak merugikan masyarakat,
b. Penelitian terkait ekspresi fenotipik dan genotipik akibat bioteknologi harus memenuhi persyaratan fisik dan biologi.
DAFTAR PUSTAKA

Cambpell, N. A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2000. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Jusuf, Muhammad._. Regulasi Ekspresi Gen. Bogor: IBP.

Maharija,Awiang. 2008. Beberapa Kemajuan Penerapan Bidang Bioteknologi pada Tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/ diakses pada tanggal 13 Maret 2010.

Nashri, Agus. 2003. Kelenturan Fenotipik Ternak Sebagai Respons Terhadap Lingkungan. http://rudyct.com/PPS702-ibp/07134/agus_nashri.htm. diakses pada tanggal 1 Maret 2010

Noor, R.R. 2000. Genetika Ternak. Cetakan ke-3. Jakarta: Penebar Swadaya

Pelczar Jr., Michael J., Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Ristiati, Ni Putu. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta : Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No. 3979. Direktorat Jenderal Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 2000.

Sarna,K., B.Adnyana., Setiawan. 2007. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan Bermuatan Lokal Genius. Singaraja: Undiksha

Sarna,K., D.M. Citrawathi, Sanusi Mulyadiharja. 2001. BUKU AJAR GENETIKA. Singaraja: Jurdik Biologi.

Suwirna,Wayan. 2001. BUKU AJAR BIOLOGI SEL. Singaraja: Jurdik Biologi

Suharsono. _. Struktur dan Ekspresi Gen. http://web.ibp.ac.id/~tbp/tbp/files/materi/genetika/strukturekspresi/strukturtextpdf.pdf yang diakses pada tanggal 15 Maret 2010

Slater, Adrian., Scott ,Nigel W., Fowler. 2003. Plant Biotechnology The Genetik manipulation of plants. New York : OXFORD UNIVERSITY PRESS.

Wirawan, Putu., dkk. 2009. Perkembangan Bioteknolgi Indonesia Di Universitas Udayana. Denpasar : UDAYANA UNIVERSITY PRESS.

0 Response to "MAKALAH BIOKIMIA"

Posting Komentar