BAB I
PENDAHULUAN
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP). Oleh sebab itu, perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Profesi
Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter, dikatakan profesinya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya sebagai guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa professinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang, dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks ini, sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan seorang dalam kehidupan sehari-hari.
Keragaman dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengindikasikan suatu pengertian yang dapat menegaskan criteria suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi. Artinya, tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat disebut sebagai profesi. Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi criteria-kriteria tertentu yang dapat disebut sebagai suatu profesi.
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi sebagai pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuataan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Menurut Anonim (2010), Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer. Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan:
a. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur olah orang lain)
g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan unjuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya tidak dipindahkan ke atasan atau instransi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku .
h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan .
i. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebes dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien sementara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k. Mempunyai asosiasi profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhassilan anggotanya.
l. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyaksikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
m. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya, dan
n. Mempunyai status social dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).
Menelaah pengertian profesi tersebut, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau jabatan khusus yang dilakukan untuk melayani masyarakat. Untuk melakukan tugas pelayanan dibutuhkan bidang ilmu, keterampilan , hasil penelitian , aplikasi teori, dan latihan khusus. Pekerjaan itu dilaksanakan secara otonom, bertanggung jawab, berkomitmen, dan diatur oleh suatu kode etik serta diwadahi oleh organisasi atau asosiasi profesi sehingga mendapat pengakuan atau kepercayaan dari masyarakat.
Pengertian profesi yang senada dengan pengertian di atas Sanusi, dkk (1991) mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi sebagai berikut:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi social yang menentukan (crusial).
2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematik dan eksplisit, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
10. Jabatan itu mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Kata professional merujuk pada dua hal, pertama, yaitu orang yang memangku suatu profesi melakukan pekerjaan secara otonom dan mengabdikan diri pada pengguna jasa profesinya dengan penuh tanggung jawab; dan kedua, kinerja pemangku profesi dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Profesionalisme berarti bersifat professional, yaitu para pemangku profesi memiliki sikap yang berbeda dengan orang yang tidak professional meskipun melakukan pekerjaan yang sama dan /atau pada tempat yang sama. Sedangkan profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para pemangku profesi untuk mencapai criteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan pada profesinya itu.
2. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association (NEA) (1948) menyarankan criteria berikut:
a. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Huggett, 1963)
b. Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam. Dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian meraka yang melindungi masayarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungn (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levin, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar bahwa telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mrngajar adalah suatu sains, sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Edication Research, misalnya tredapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khusus. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnyaa tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologo yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Disamping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982 dan Woodring, 1983).
c. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Yang membedakan jabatan professional dengan nonprofessional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/Institut atau melalui pengalam praktek dan pemegang atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui pendidikan perguruan tinggi disediakan untuk jabtan professional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan untuk jabtan nonprofessional (Ornstein dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan propesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perghuruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan propesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 diperguruan tinggi non-LPTK . namun, sampaai sekarang di Indonesia, ternyataa masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehinggatentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
d. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanoa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. (Ingat Penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang dikoordinasikan Universitass Terbuka )
e. Jabatan yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Untuk criteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini disebabkan karena tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti bahwa jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alas an ketidakpindahan tersebut mungkin karena lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
f. Jabatan yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri
Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan. Standarisasai jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut, seperti yayasan pendidikan swasta, sehingga bakunya jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri.
g. Jabatan yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Gurur yang baik akan selalu berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan. Kebanyakan orang memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan lahiriah.
h. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi criteria ini, dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di I ndonasia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai pada jenjang Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas. Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus Sanusi; dkk (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yaitu:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat pada norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun local, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak [pada asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadi dilema antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai manusia yang baik dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
Sedangkan Semiawan (1994) mengemukakan tingkat kemampuan profesional guru kedalam tiga kategori, yaitu:
1. Tenaga professional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekuranng-kurangnya starata satu kependidikan atau sederajat yang memiliki kewenangan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionaalnya. Misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior.
2. Tenaga semiprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pengajaran.
3. Tenaga paraprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.
3. Sejarah Perkembangan Profesi Keguruan
Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka Pemerintah Hindia-Belanda mengangkat lima macam guru, yakni: (1) guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh, (2) guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru, (3) guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu, (4) guru yang dimagangkan kepada guru senior, yang merupakan calon guru, dan (5) guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam manyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah social. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan tegnologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa (Sanusi et al., 1991). Dalam era tegnologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya dalam masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena ststus guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
4. Kode Etik Profesi Keguruan
1. Pengertian Kode Etik
a. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”.
b. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru (PGRI, 1973)
Dari Uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Kode etik profesi yaitu serangkaian peraturan professional yang harus dipergunakan para anggota profesi dalam pelaksanaan praktik professionalnya. Aturan itu dapat diterima dan dipertanggungjawabkan oleh semua anggota profesi dalam member layanan.
2. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan angota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan, 1979):
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
3. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukanoleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus dan atas nama anggoto-anggota profesi dari organisasi tersebut.
4. Sanksi Pelangaran Kode Etik
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang diangggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari orgnisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru ysng tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu system yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasinya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
5. Pengembangan Profesi Keguruan
1. Kompentensi Profesional Keguruan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan dengan jelas bahwa tenaga kependidikan bertugas melakukan administrasi, pengololaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (pasal 39 Ayat 1). Pendidikan merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (pasal 39 ayat 2).
Berdasarkan pada rumusan tersebut, secara implicit dinyatakan bahwa guru (pendidik) adalah tenaga profesional yang memiliki kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, menilai, dan membimbinh pembelajaran. Guru yang profesional diharapkan memiliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan atau mimiliki kompetensi tersebut dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
Banyak rumusan yang menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan tugasnya. Cooper (Sudjana, 2004) mengenukakan empat kompetensi guru, yaitu: (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingka laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan penguasaan tentang bidang studi yang diajarkannya (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekola, teman sejaawat, dan bidang studi yang diajarkannya, dan (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar. Sedangkan Glasser (Sudjana, 2004) juga mengemukakan empat hal yang menunjukkan kompetensi yang harus dikuasai guru,yaitu: (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pembelajaran , dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Hamalik (2003) lebih merinci kompetensi guru yang disebutnya sebagai criteria profesional guru. Guru sebagai jabatan profesional memerlukan berbagai keahlian dan persyaratan khusus dalam bidang fisik, mental/kepribadian, keilmiahan/pengetahuan, dan keterampilan. Secara fisik, guru harus sehat jasmani (rohani) dan tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat menimbulkan ejekan/cemoohan dan rasa kasihan dari peserta didik.
Secara mental/kepribadiaan, guru harus : berkepribadaian/ berjiwa Pancasila; mampu menghayati GBHN; mencintai bangsa dan sesam,a manusia dan rasakasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa; memapu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersifat terbuka, peka, dan inovatif, berdisiplin, dan memiliki rasa humor.
Persyaratan keilmiahan atau pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru adalah: memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi; memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi; memahami ilmu pendidikan dan keguruan serta mampu menerapkan dalam tugas sebagai pendidik; memahami, menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang lainnya; senang membaca buku-buku ilmiah; mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi, dan memahami prinsip-prinsip kegiatan pembelajaran.
Jenis keterampilan yang menjadi syarat kompetensi guru adalah: mampu berperan sebagai organisator proses pembelajaran; mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan structural, interdisipliner, fungsional, prilaku, dan teknologi; mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang lebih baik dalam mencapai tujuan pendidikan; dan memahami dan mampu melaksanakan kegiatan pendidikan luar sekolah.
2. Pendidikan Profesional Keguruan
Pada umumnya pendidikan yang dilakukan untuk mengembangkan profesi guru terdiri dari dua jenis, yaitu pendidikan prajabatan (pre-service educations) dan pendidikan dalam jabatan (in-serzice education) dua jenis pendidikan itu berbeda esensi dan system pengelolaannya meskipun diarahkan pada tujuan yang sama, yaitu meningkatkan pelajaran atau kinerja guru.
Pendidikan prajabatan merupakan pendidikan yang ditempuh sebelum seseorang menjadi guru. Jenis pendidikan ini bertujuan untuk menyiapkan calon guru dalam meniti karier dalam bidang pengajaran. Untuk menghassilkaan guru yang memiliki potensi propesional, telah dikembangkan system pendidikan berdasarkan kompetensi. Artinya, program pendidikan yang diberikan oleh lembaga lembaga pendidikan guru disusun dan dikembangkan atas dasar analisis tugas yang disyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan. Di Indonesia, lembaga pendidikan prajabatan guru diaksanakan pada tingkat perguruan tinggi yang sering disebut dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Pendidikan dalam jabatan adalah jenis pendidikan yang ditempuh oleh guru sedang dalam melaksanakan jabatan dan dimaksudkan untuk mengembangkan kompetensi kopesional dalam melaksanakan tugas profesinya. Pengembangan kopetensi ini dapat dilakukan melalui penataran, lokkarya, seminar, atau bahkan jenjang pendidikan lanjutan.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung pada niat, prilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi sebagai pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuataan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002).
b. Syarat-syarat profesi keguruan, yaitu; jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, jabatan yang memerlukan professional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka), jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen, jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri, jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi, dan jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
c. Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852.
d. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
e. Pengembangan profesi keguruan meliputi kompetensi professional keguruan danpendidikan professional keguruan.
2. Saran
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa kami (penyusun) tunggu agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi sehingga mendekati sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010. Profesi (online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi, diakses tanggal 21 Februari 2010).
Soetjipto, Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Samad, Sulaiman dan A. Razak Daruma. 2009. Profesi Keguruan. Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan UNM.